Swasembada Daging Masih Butuh Waktu Tiga Tahun
Pontianak - Kebijakan impor sapi bakalan segera ditata ulang. Hal itu untuk mendukung program swasembada daging sapi dan menjaga daya saing sapi lokal. Penataan kembali kebijakan impor sapi itu diyakini tidak akan mempengaruhi harga daging sapi di pasar domestik.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Tjeppy D Sudjana saat dihubungi, Senin (25/1) di Jakarta. ”Kami mengatur kembali rekomendasi impor agar implementasi kebijakan impor sapi bakalan lebih tertata. Kita tidak ingin barang yang masuk ke Indonesia melebihi kebutuhan,” kata dia.
Selama ini, lanjut Tjeppy, realisasi impor sapi bakalan tidak sebanding dengan surat permohonan pemasukan (SPP) atau izin impor yang diminta pengusaha. Tidak semua sapi bakalan impor yang masuk bisa langsung dipotong, sebagian masih harus digemukkan. Bahkan, sapi betina produktif yang masuk dipisahkan untuk dijadikan sapi induk.
”Bila sapi bakalan terus dimasukkan meski kebutuhan cukup, akan berdampak pada menurunnya daya saing sapi dalam negeri,” tutur Tjeppy.
Menurut Direktur Budidaya Ternak Ruminansia Departemen Pertanian Fauzi Luthan, rekomendasi impor sapi bakalan dalam SPP 2009 sekitar 1,1 juta ekor, realisasinya hanya 700.000 ekor dan 200.000 ekor di antaranya masih harus digemukkan. Jadi, faktanya, realisasi kebutuhan hanya 500.000 ekor.
Menanggapi rencana penataan kembali impor sapi bakalan, Koordinator Produsen Sapi dan Feedlot Indonesia Dayan Antoni menyatakan, hingga kini belum ada kejelasan penataan kembali itu selesai dilakukan.
”Meski rekomendasi impor dihentikan, para importir sapi bakalan masih bisa memasukkan sapi bakalan berbekal rekomendasi yang diberikan sebelumnya sehingga tidak akan terjadi lonjakan harga daging,” kata dia.
Terkait rendahnya realisasi impor sapi bakalan, Dayan menjelaskan, ini karena melemahnya penyerapan daging di pasar lokal pada pergantian tahun. Permintaan daging sapi semester I-2010 diperkirakan menurun sehingga realisasi impor sapi bakalan rendah. Namun, ada indikasi volume impor daging sapi beku naik.
”Bila sapi bakalan terus dimasukkan meski kebutuhan cukup, akan berdampak pada menurunnya daya saing sapi dalam negeri,” tutur Tjeppy.
Menurut Direktur Budidaya Ternak Ruminansia Departemen Pertanian Fauzi Luthan, rekomendasi impor sapi bakalan dalam SPP 2009 sekitar 1,1 juta ekor, realisasinya hanya 700.000 ekor dan 200.000 ekor di antaranya masih harus digemukkan. Jadi, faktanya, realisasi kebutuhan hanya 500.000 ekor.
Menanggapi rencana penataan kembali impor sapi bakalan, Koordinator Produsen Sapi dan Feedlot Indonesia Dayan Antoni menyatakan, hingga kini belum ada kejelasan penataan kembali itu selesai dilakukan.
”Meski rekomendasi impor dihentikan, para importir sapi bakalan masih bisa memasukkan sapi bakalan berbekal rekomendasi yang diberikan sebelumnya sehingga tidak akan terjadi lonjakan harga daging,” kata dia.
Terkait rendahnya realisasi impor sapi bakalan, Dayan menjelaskan, ini karena melemahnya penyerapan daging di pasar lokal pada pergantian tahun. Permintaan daging sapi semester I-2010 diperkirakan menurun sehingga realisasi impor sapi bakalan rendah. Namun, ada indikasi volume impor daging sapi beku naik.
Menunggu Tiga Tahun
Menurut Ketua Umum Asosiasi Importir Daging Sapi Indonesia Thomas Sembiring, program swasembada daging sapi baru terlihat hasilnya tiga tahun lagi. Oleh karena itu, pemerintah diimbau tidak serta-merta mengurangi impor sapi bakalan atau daging sapi. Menghentikan impor sapi bakalan dan daging sapi akan membuat ketidakseimbangan pasokan dan permintaan karena produksi daging sapi dalam negeri belum meningkat.
”Akibat lebih serius, akan terjadi ketidakstabilan produksi daging nasional,” ujarnya. (MAS)
Menurut Ketua Umum Asosiasi Importir Daging Sapi Indonesia Thomas Sembiring, program swasembada daging sapi baru terlihat hasilnya tiga tahun lagi. Oleh karena itu, pemerintah diimbau tidak serta-merta mengurangi impor sapi bakalan atau daging sapi. Menghentikan impor sapi bakalan dan daging sapi akan membuat ketidakseimbangan pasokan dan permintaan karena produksi daging sapi dalam negeri belum meningkat.
”Akibat lebih serius, akan terjadi ketidakstabilan produksi daging nasional,” ujarnya. (MAS)
Sumber : Kompas